Keunikan Kota Medan..! Emang Ada..?

Keunikan Kota Medan..! Emang Ada..?

Keunikan Kota Medan

Medan, kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia ini merupakan salah satu destinasi wisata terbaik Nusantara. Kota yang dihuni mayoritas suku Batak tersebut memiliki berbagai destinasi wisata menarik, seperti : Istana Maimun, Berastagi, Air Terjun Sipiso-piso, belum lagi dengan keunikan kota Medan lainnya

Terkenal dengan ragam kulinernya yang lezat, ibu kota Sumatera Utara ini juga merupakan kota terbesar yang berada di luar Pulau Jawa. Memiliki luas 265,1 kilometer persegi, letak Medan yang berada dekat dengan Selat Malaka menjadikannya sebagai kota perdagangan, bisnis, dan industri yang sangat penting di Indonesia.

Tak hanya itu, Medan nyatanya juga memiliki beragam fakta unik lainnya yang patut kamu ketahui. Berikut ulasannya:

  1. Masyarakatnya Heterogen

Masyarakat Heterogen adalah masyarakat dengan identitas ras, etnis, agama dan budaya yang beragam. Pada masyarakat heterogen bisa dijumpai beragam agama, kebudayaan termasuk jenis makanan. Contoh masyarakat heterogen adalah Indonesia yang warganya memiliki identitas agama, kebudayaan dan kekhasan kuliner yang berbeda. 

Ciri paling melekat dengan Medan adalah Batak. Tidak dipungkiri hal ini terjadi karena suku Batak berasal dari Sumatera Utara dan Medan menjadi ibu kota dari provinsi ini. Padahal sebenarnya, penduduk asli dari Medan adalah Melayu. Hal ini bisa kamu lihat dari berdirinya Istana Maimun di pusat kota Medan.

Walau begitu, sebenarnya Medan merupakan kota metropolitan dengan penduduk yang amat beragam. Kamu bisa menemukan berbagai suku di kota ini, sehingga Medan sering dijuluki sebagai miniatur Indonesia.

Saat berkunjung ke Medan, jangan kaget bila melihat banyak penduduk India yang bermukim, karena suku Tamil sudah lama menjadi salah satu suku yang tinggal menetap di kota ini.

Selain sebagai kota metropolitan, Medan sepertinya bisa untuk diberi gelar Little Indonesia atau Indonesia kecil. Pasalnya, Kota Medan penuh dengan keberagaman. Tak hanya penduduk yang tinggal, tapi juga tentang keagamaan, budaya dan sebagainya.

Soal keagamaan juga sama. Meski mayoritas penduduk beragama Islam, namun mereka bisa hidup rukun berdampingan dengan masyarakat Batak yang Kristen atau orang Tionghoa yang beragama Buddha dan Konghucu.

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat meliputi berbagai macam aspek yaitu aspek sosial, budaya, ekonomi, teknologi, maupun ilmu pengetahuan. Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan-perubahan. Berdasarkan sifatnya, perubahan yang terjadi bukan hanya menuju ke arah kemajuan, namun dapat juga menuju ke arah kemunduran. Perubahan sosial yang terjadi memang telah ada sejak zaman dahulu. Ada kalanya perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung demikian cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya.

Perubahan ini juga mempengaruhi gaya hidup masyarakat homogen dan heterogen, seperti hal nya yang kita ketahui, dimana masyarakat heterogen sangat kental dengan proses sapa-menyapa antar orang yang bertemu langsung. Proses menyapa ini sudah terbiasa dari proses interaksi yang berkembang di tempat ini. Interaksi yang terjadi menunjukkan sebuah kerukunan yang terjalin secara harmonis dalam masyarakat ini.

Kerukunan ini memberikan nilai positif bagi semua individu termasuk warga pendatang yang menjalankan aktivitasnya yang berada dalam wilayah tersebut. Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dalam bidang teknologi, berbagai pengetahuan masuk melalui media elektronik terutama media televisi yang tidak asing lagi dan hampir seluruh masyarakat mempunyai dan menggunakan televisi untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi lainnya.

Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi dalam bidang informasi dan komunikasi. Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan (Bungin, 2011:85), televisi adalah sebuah sistem yang mengirimkan sinyal televisi dalam bentuk bit dan bukan sinyal bermacam-macam dan secara terus menerus digunakan oleh sistem televisi lama.

Media massa televisi adalah institusi yang berperan sebagai agent of change dengan mengirimkan sinyal televisi dalam bentuk bit dan bukan sinyal bermacam-macam (Bungin, 2011:85). Pengaruh media massa berbeda-beda terhadap setiap masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pola pikir, perbedaan sifat yang berdampak pada pengambilan sikap, hubungan sosial dan perbedaan budaya. Begitu juga halnya dengan masyarakat heterogen yang semakin berkembang dengan pesat, dengan adanya perubahan sosial ini membuat masyarakat heterogen lebih apatis dan kurang bertoleransi terhadap lingkungan.

  1. Punya Bahasa Sendiri

Sering kali orang-orang mengasosiasikan bahasa Medan dengan bahasa Batak, padahal Medan punya bahasa sendiri. Bahasa Medan terdiri dari bahasa campuran yang tercipta karena beragamnya penduduk di kota ini. Contohnya seperti:

“Cok ko apakan apa itu, tapi jangan apa kali, nanti jadi apa kali dia.” Masyarakat Medan pasti langsung paham kalau ada yang berbicara seperti ini terhadapnya.

Juga ada beberapa contoh perbandingan terhadap ungkapan-ungkapan yang terdengar berbeda ketika dilontarkan oleh orang-orang Medan dengan orang-orang Indonesia pada umumnya.

Ungkapan sehari-hari dalam perspektif orang umum

Ungkapan sehari-hari dalam perspektif orang Medan

“Gak boleh gitu!”

“Mana acci gitu!”

“Aku dengar kemarin kamu kecelakaan, ya? Gimana ceritanya?”

“Kudengar semalam kau beserak, ya? Makanya jangan sok paten kali kau di jalan itu, udah pengen kali rupanya kau jumpa Tuhan?!”

“Kamu kok ga sopan banget ya.”

“Kok maju kali muncung kau bos.”

“Ada apa ya mas ngeliatin saya?”

“Ada apa ya mas ngeliatin saya?”

“Kamu pergi kok gak ngajak-ngajak?”

“Main tinggal aja kau bah.”

“Cari muka.”

“Angkat telorr.”

“Mie Instan”

“Indomie”

Berikut beberapa kosakata bahasa Medan yang lazim digunakan masyarakat Medan dalam percakapan mereka sehari-hari.

  • aku = awak (awak onda pogi)
  • boleh = acci (mana boleh gitu = mana acci gitu)
  • lihat = bereng (bereng kali mata kau itu)
  • bersembunyi = brondok (eh! mana kau rondok kan hape ku?!)
  • coba = cak (cak kau ambilkan dulu aku minum)
  • permen = bon bon (bagi lah aku satu bonbon kau)
  • ngomong = cakap (heh jangan kau cakapi dia!)
  • bahasa kasar = cakap kotor (ga boleh kau cakap kotor ya dek…ga bagus itu)
  • pura-pura = ecek-ecek (ecek nya awak..palah marah)
  • jalan raya = jalan besar (jangan kau pogi ke jalan besar tu kau ya!)
  • sedotan = pipet (mintakan aku satu pipet dulu)
  • pelit = bedangki (bedangki kalii kau bah!)

Memang terdengar agak kasar tapi sebenarnya hal itu biasa-biasa saja bagi orang Medan.

3. Rumah dari Bika Ambon

Nama Bika sendiri menurut sumber terilhami dari kue khas Melayu yaitu Bika atau Bingka yang kemudian dimodifikasi dengan menambahkan pengembang dari bahan Nira atau tuak Enau agar dan menjadi berbeda dari kue Bika atau Bingka khas Melayu tersebut. Bika Ambon nampaknya mulai beradaptasi mengikuti laju zamannya. Kini, Bika Ambon tidak lagi hanya berwarna kuning, namun berbagai varian warna sudah dapat ditemukan sesuai rasanya. Kini Bika dibuat dalam rasa pandan, namun ada juga yang mengembangkannya dalam varian rasa lain, seperti, durian, keju, cokelat.

Bika Ambon diceritakan diperkenalkan oleh seorang buruh transmigran dari jawa yang membuat kue Bika Ambon dan memasarkannya di Medan

Meski ada kata “Ambon,” kuliner ini berasal dari Medan. Ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa nama Ambon berasal dari seorang penjual kue bika pertama di Jalan Ambon. Saking populer, orang-orang menyebutnya bika ambon.

Bika ambon adalah kue basah berongga yang biasanya berwarna kuning. Proses pembuatan kue beraroma khas itu ternyata bisa memakan waktu hingga 12 jam.

Kemudian sumber lain mengatakan, nama Bika Ambon berasal dari seorang warga Ambon yang merantau ke Malaysia dengan membawa kue bika. Setelah tahu rasanya enak, orang tersebut tidak kembali ke Ambon lagi, tetapi singgah di Medan. Sehingga sejak empat puluh tahun lalu Bika Ambon jadi sangat terkenal di Medan.

sejarah penamaan Bika Ambon berdasarkan bahasa. Menurutnya, Ambon bukanlah istilah yang menyatakan nama jalan tempat Bika Ambon ini populer, asal orang yang membawa Bika Ambon ini, atau akronim nama daerah asal Bika Ambon, tetapi istilah tersebut dalam bahasa Medan berarti lembut.

Hingga kini, memang belum ada yang berhasil memastikan sejarah bika ambon. Artinya, masih ada jejak sosiokultural yang belum tersibak pada sepotong kue bika ambon ini. Dan, ini menarik untuk ditelusuri.

Saat ini, selain untuk oleh-oleh khas Medan, Bika Ambon juga sering kali dijadikan untuk sajian Lebaran. Bika Ambon memang sangat pas jika disajikan sebagai suguhan bagi para tamu. Meski untuk membuatnya dibutuhkan waktu yang panjang, hingga selama satu malam atau 12 jam, namun rasanya akan terbayarkan oleh kelezatan dan kenikmatan Bika Ambon. Selain proses mendiamkan adonan yang cukup lama, juga perlu Anda perhatikan dalam pembuatan resep Bika Ambon adalah saat pemanggangannya.

Kawasan yang banyak penjual Bika Ambon adalah Kawasan Jalan Majapahit. Kawasan Jalan Majapahit sangat ramai menjual Bika Ambon sejak 1980-an dan menjadi pusat penjualan Bika Ambon di Medan.  Pada 1970-an, Bika Ambon selalu dihidangkan sebagai kudapan menikmati es krim.

Cerita yang lain lagi mengatakan, bahwa dahulu ada sebuah daerah bernama Amplas yang kemudian dibagi menjadi dua wilayah, barat dan timur sungai. Sebelah barat sungai sering disebut dengan “pabrik” karena terdapat pabrik pengolahan latex, dan sebelah timur sungai sering disebut dengan “kebon” karena terdapat barak atau perumahan buruh dan kebun tembakau serta cacao.

Bika Ambon diceritakan diperkenalkan oleh seorang buruh transmigran dari jawa yang membuat kue Bika Ambon dan memasarkannya di Medan. Pada waktu itu, jarak dari Amplas ke Medan ditempuh dalam waktu setidaknya 1 sampai 2 jam dan tempat pemasarannya adalah Kesawan, Perniagaan, Kereta Api, dan sekitarnya Hasilnya, orang-orang Belanda sangat menyukai rasa kue tersebut. Hal ini kemudian membuat seorang pedagang keturunan Tionghoa berinisiatif untuk membantu memasarkan dan bekerja sama dalam pemasaran Bika Ambon yang dibuat oleh buruh tersebut. Akhirnya kehadiran Bika Ambon tersebut sangat laris dan membuat warga transmigran lainnya juga ikut mengadu untung di bisnis tersebut. Dan nama Bika Ambon sendiri berasal dari Bika “Amplas-Kebon” yang diakronimkan menjadi “BIKA AMBON”.

Terlepas dari banyaknya versi sejarah penamaan kue legendaris ini, yang pasti bika ambon sudah berhasil mencuri hati masyarakat selama lewat cita rasa yang sangat khas. bika ambon sendiri menjadi kue khas yang biasa disajikan pada saat lebaran atau pada saat menerima tamu.

  1. Daya Tarik Istana Maimun

Medan – Istana Maimun adalah salah satu lokasi wisata yang paling terkenal di Kota Medan. Sejarah berdirinya istana yang berada di Jalan Brigjen Katamso nomor 66, Medan, itu.

istana ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Deli yang ada di Kota Medan. Istana Maimun ini mulai dibangun pada 26 Agustus 1888 saat kepemimpinan Sultan Makmun Al Rasyid.

Istana Maimun didesain oleh arsitek Capt. Theodoor van Erp, seorang tentara Kerajaan Belanda yang dibangun atas perintah Sultan Deli, Sultan Ma’moen Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke Timur dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya Medan.

Istana Maimun pada tahun 1890 – 1905

Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, tetapi juga desain interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu Deli, dengan gaya Islam, Spanyol, India, Belanda dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki lima.

Istana Maimun merupakan salah satu tujuan wisata sejarah di Kota Medan yang masih ada. Tempat untuk mengenal Istana yang dibangun di jaman Kesultanan Deli ketika mencapai puncak kejayaan saat berada di bawah kepemimpinan Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Pada masa itu pula, tepatnya di tahun 1888 Istana Maimun dibangun. Istana Maimun saat ini telah menjadi destinasi wisata, baik bagi wisatawan lokal maupun luar negeri.

Ruangan-ruangan itu memiliki fungsi berbeda, termasuk ruang tamu kerajaan dan ruang acara adat.

Dalam sejarahnya, Istana Maimun disebut dulunya terhubung dengan Masjid Raya Al Mahsun Medan dan Taman Sri Deli. Istana Maimun merupakan pusat pemerintahan kesultanan saat itu, masjid raya sebagai tempat ibadah dan taman untuk bersantai.

“Satu kesatuan, satu kompleks. Istana Maimun itu tempat pemerintahan tradisional Sultan Deli, Masjid Raya tempat ibadah, taman itu sebagai tempat bangsawan duduk di sore hari,” ucap sejarawan dari UIN Sumut, Hendri Dalimunthe

Daya tarik lain istana ini adalah Meriam Puntung. Konon, itu merupakan jelmaan Mambang Khayali, adik Putri Hijau dari Kerajaan Deli Tua. Ia berubah jadi meriam untuk mempertahankan istana dari serangan Raja Aceh yang pinangannya ditolak Putri Hijau.

Kini, Istana Maimun menjadi peninggalan sejarah sebagai pengingat kejayaan Kesultanan Deli. Untuk bisa masuk ke Istana Maimun ini dipatok harga Rp 10 ribu untuk setiap orang. Di dalam istana kita bisa berfoto di berbagai peninggalan kesultanan itu.

 By: Faizah Ulima Sobia

Post Comment