Cerpen | Ridha Abah Umi
Ridha Abah Umi
“mau ya kak” bujuk umi yang masih kukuh dengan permintaannya. ”ini permintaan abahmu” sambungnya.
Aku masih diam dengan tatapan yang mengisyaratkan kata ’tak terima’. Bagaimana mungkin? Aku tak harus masuk dayah itu bukan? Ada banyak sekolah lain yang akan menjadi jauh lebih baik, meski itu hanya sekolah gadungan yang ada di balik rongsokan. Setidaknya itu tak menjadi beban buat abah dan umi.
“kakak gausah mikirin abah sama umi, kami bakal baik-baik aja disini” ujar umi mencoba menenangkanku, seolah-olah dia tau apa yang sedang aku pikirkan
“tapi umi ……”
“shht ! udah, jangan alasan lagi ya?! gak liat apa seberapa besar perjuangan abah ngayuh becak buat masukin kakak ked ayah ini? ini buat kakak, anak kesanyangan abah sama um” sela ummi sebelum aku Kembali beralasan.
Seperti air mataku sudah mulai menggenang sekarang.abah sama ummi kok bisa gini sih?! Kalian udah begitu berkorban buat aku.
“mau ya kak” bujuk umi untuk yang kesekian kalinya.
Pengorbanan itu, bagaimana aku harus membalasnya? aku melihat ke arah umi. Akankah aku bisa membalas segala pengorbanan itu dengan masuk ke dayah ini? Dayah Ruhul Islam Anak Bangsa
“kak”panggilnya masi berharap mungkinkah?
“iya ummi,nida mau”putusku yang langsung disusul dengan hela nafas umi.
Ya ALLAH, semoga keputusan nida adalah keputusan yang terbaik buat nida, kalau abah dan umi. amin “
Hari ini adalah tahun kedua aku disini, di dayah Ruhul Islam Anak Bangsa. Meski sedikit terpaksa, aku masih tetap menjalani setiap skedul seperti biasa, sama seperti para santri lain.
“asslamualaikum fathim!” sapa Raihan. Salah satu teman kelasku.
“waalaikumsalam,kenapa han?” tanyaku begitu melihat keringat yang bercucuran keluar dari dahinya, tampaknya iya berlari kesini.
“anti dipanggil sama ustazah” ujarnya, menyampaikan pesan yang terdengar begitu penting.
“ke kamar ustazah terus, udah dari tadi ustazah athiyah nungguin anti, cepat ya! “sambungnya, tampaknya ini benar-benar penting.
“syukron ya Raihan! Fathim pamit dulu” pamitku seraya beranjak pergi begitu mendapat anggukan dari Raihan.
Ustazah athiyah, apa ini perihal yang waktu itu? Batinnku sambil terus berjalan menuju kamar yang terletak di sebelah asrama ku itu.
Tok tok tok….
“assalamualikum ustzah” panggil ku begitu sampai di kamar bercat putih ini.
“waalaikumussalam, masuk nak” teriak seseorang dari arah dalam, menjawab salam. Tampak itu ustzah athiyah.
Ceklek..
“assalamualaikum” salam ku begitu masuk ke ruangan bernuansa putih yang tak begitu besar ini.
“waalaikumussalam, nida sini duduk di dekat ustazah” ujarnya sambil menuju ke arah kursi di sampingnya, meminta ku duduk di sampingnya.
“iya ustazah, nida tau “jawabku seraya mengangguk kerahnya.
“jadi, bagaimana keputusan nida? jadi masuk kelas ini? “tanyanya sambil menyodorkan selembar kertas bertulisan ’INTENSIF CLASS’ itu kehadapanku.
“jadi ustzah, nida ikut kelas ini” jawabku langsung, tak perlu berfikir dua kali untuk membuat keputusan ini karena sejak awal yang menginginkannya adalah aku. Aku akan memberikan semua yang terbaik buat abah dan umi yang jasanya gak bakal pernah terbalas, tekatku.
Sekeliling yang riuh, penuh semangat itu mengiringi debar jantungku di hari yang cukup bersejarah ini, bagaiman tidak? sebentar lagi namaku akan di sebut dan aku akan resmi lulus dari dayah ini. Apa abah dan umi akan turut senang dengan prestasiku?
“…selanjutnya nida fitria, putri dari pasangan bapak hasan dan ibu aminah! Dengan jumlah hafalan 30 juz dengan predikat Mumtaz!!!” ujar sang MC penuh semngat dengan tepuk tangan riuh para penonton.
Deg!
Inhilah saatku, batinku sambil terus mengucap syukur, mengagungkan nama nya beriringan dengan kaki yang terus melangkah, mendekat ke arah prodium.
Aku tersenyum seiringan
Ridha abah umi selalu ku nanti dalam setiap langkah-langkah-ku
Post Comment