Cerpen | Hijab – Ku

Cerpen | Hijab – Ku

KARSAKITA.COM

Hijab – Ku

Namaku Alina , namun teman teman SMA ku memanggilku lina. Setiap manusia pasti ingin sampai kepada satu titik balik, dimana orang itu merasa bahwa dirinya sangat ingin lebih dekat lagi dengan sang khaliq. Lalu bagaimana jika manusia tersebut memiliki beberapa kali titik balik ? Hal tersebutlah yang di alami oleh Alina.

Awal masuk SMA, aku sudah mengenakan hijab. Dan hal itu sebagai perintah dari orang tuaku, di SMA juga mewajibkan pelajar muslimah untuk mengenakan hijab persegi yang terjulur sampai pinggang. Namun pada suatu hari, aku mengalami sebuah peristiwa yang membuatku harus melewati titik balik sekali lagi, sebagai seorang muslimah.

Dhani Anandra Syahputra, dialah ketua osis di sekolahku, dan dia memiliki peran sangat besar dalam kemerosotan keimananku. Aku yang awalnya buta mengenai cinta, karena sosok laki laki yang bernama Dhani sang ketua osis yang membuat jantungku berdebar yang selama ini belum pernah ku rasakan sebelumnya sebelum dia hadir dalam hidupku. Dan dialah salah satu orang yang membuatku di uji atas keimananku dalam berhijab.

Tapi aku tidak mau menyalahkan dhani, karena aku juga salah .Jika saat itu , aku tidak mudah terbuai dan tertipu atas perlakuan manis dan rayuannya, mungkin aku tidak akan pernah  melepas hijabku. Ketika itu, 12 September 2002 ; Dhani mengajakku untuk pergi ke taman bunga cihideung, di jln. Kolonel masturi No.223, Cihideung, Kec. Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40559.

“Lina, kamu tidak membuatku malu di tempat ini kan?”
“Malu bagaimana Dhani?”
“Dan enggak ada manusia aneh di tempat seindah ini, dan ketika kamu mengenakan hijab itu, kamu terlihat aneh sekali.” Kata Dhani yang membujuk lina untuk melepaskan hijab.

“Aneh ? Aneh bagaimana maksud kamu?”
“sebuah taman, identik dengan keindahannya. Dan hijab itu menutupi keindahanmu.”
‘Kata Ayah, hijab bisa menaikkan derajat seorang wanita muslimah.”
“Itu kata Ayahmu, Lina.Tapi bukan kata aku.Masa kamu tidak percaya sama pacar kamu sendiri?”

“Aku percaya Dhani, tapi aku tidak akan pernah mau melepaskan hijabku”
“Ayolah, kamu tidak di zaman batu yang segalanya serba kaku kan? Melepaskan hijab, tidak berarti berbuat maksiat. Banyak sekali orang tanpa hijab tapi tetap bisa berbuat baik, Lady Diana atau banyak sekali orang yang tetap bisa berbuat baik walaupun tidak memakai hijab.”

“ Tapi hijab itu untuk melindungi” Bantahku.

“Melindungi? Kamu nggak perlu khawatir, ada aku yang siap melindungi kamu setiap saat. Kamu tau kan ayahku seorang polisi, kan?” Jadi kamu nggak perlu khawatir, keamanan kamu pasti akan terjaga selama ada aku di samping kamu.”

“Tapi dhani?’
“Please, sekali ini aja.”

Pada awalnya, aku sempat bingung. Aku diombang ambing oleh ketidaktenangan hatiku. Aku tidak tenang jika aku memutuskan melepas hijab, dan aku juga tidak enak jika menolak keinginan Dhani yang memegang tanganku, detak jantungku mulai tenang.

Mungkin aku hilang kepercayaan diri pada waktu itu, karena aku harus melepas hijab. Tiba tiba saja, aku mencari tempat yang aman untuk melepaskan hijabku. Kubiarkan rambut lurusku terurai sampai pinggang .Dengan masih menggunakan rok panjang berwarna coklat susu dan baju hoodie putih,aku pun kembali kearah Dhani.

Melihatku datang tanpa hijab, Dhani tersenyum manis melihatku.Dan aku tersipu malu melihat reaksi Dhani yang seperti itu .

“Tuh kan, kamu tuh cantik rambut kamu indah banget wangi lagi.”

“bukankah, peraturan sekolah mengatakan bahwa pelajar perempuan harus berhijab?”

“Iya, tapi sekarangkan diluar jam sekolah. Jadi peraturan itu kan nggak berlaku sama sekali.”

“Oh, kayak gitu ya?

Akhirnya, aku pun menikmati kebersamaan bersama Dhani di taman bunga cihideung .Kami  berdua mulai foto selfie. Mulai dari foto sendiri sampai foto berduaan. Kebesamaan kami pun diakhiri dengan membeli es krim.

“Udah sore, ayo kita pulang aja, na?”
“Boleh.”

Keesokan harinya, aku merasa ada yang aneh di sepanjang tempat parkir sampai ke kelasku. Semua mata tertuju kepadaku. Dan aku terekejut ketika teman teman perempuanku melempariku dengan kertas.

“Kalian kenapa sih?” Tanyaku penasaran.

“Seharusnya kami yang nanya, kamu yang kenapa!” Bentak Naira, teman kelasku.

“Aku benar benar nggak tau, kenapa kalian bisa mendadak seperti ini kepadaku!’

“Tia, ada apa ini?” Tanyaku.

Tia berdiri di hadapanku dan kemudian berjalan keluar kelas sambil menutupi mukanya.’ Aku sama sekali nggak tau, apa yang sedang terjadi sekarang.”

“Lina, kalau kamu mau lepas hijab. Kenapa bisa bisanya kamu lepas hijab di tempat umum. Sudah gitu, di pakai upload di instagram lagi. Sebenarnya, kamu maunya apa sih ? Mempermalukan dirimu sendiri atau gimana?”

Jelas aku terkejut mendengar apa yang disampaikan oleh Naira. Kemudian ku ambil handphone di dalam tas. Dan membuka instagram.

“Dhani, kenapa kamu upload fotoku!”

Dhani diam aja. Dia sama sekali tidak mengerti sakit yang kurasakan. Dengan lantang aku pun mendatangi meja Dhani.

“Dhani, kenapa kamu diam aja! Katakan seseuatu kepada mereka Dhani! Oh sekarang aku tau kenapa kamu mau menyuruhku melepaskan hijab agar kamu membuatku seperti ini menjebakku dengan mengupload fotoku di instagram tanpa hijab, iya hah? Kenapa Dhani kenapa diam aja, seandainya jika aku tidak tertipu atas perlakuan manismu padaku dengan menyuruhku melepaskan hijab dengan rayuan dan kata katamu aku tidak akan mengalami ini. Aku benci kamu Dhan, selama ini kamu anggap aku apa sih, segitunya kamu hancurin kepercayaan aku, demi kamu menjebakku seperti ini. Kita putus aja dhani, dan akhiri di sini aja.” 

 

Air mataku tidak berhenti menetes, hatiku sakit karena perlakuan Dhani kepadaku,berani beraninya dia mengupload fotoku di Instagram tanpa hijab. Aku nggak tau harus kemana lagi selain pergi ke mushalla sekolah. Mushalla adalah salah satu tempat yang bisa membuatku merasa tenang. Setelah aku sampai di mushalla, aku melihat seorang siswi yang sedang shalat dhuha.   

Aku tidak boleh menangis disini. Aku tidak mau siswi itu terganggu kekhusyukannya karene mendengar isak tangisku. Aku hanya bisa menahan, membungkam mulutku dengan kedua tanganku. Aku harus bagaimana , ya Allah? Berikan aku petunjukmu, ya Allah .”

“Lina, itu kamu kan?”

Aku terbangun mendengar seseorang menyebut namaku. Lalu aku pun menegakkan wajahku. Ternyata siswi yang sedang shalat dhuha itu adalah Tia, sahabat terbaikku.

“ Ti….aaaa…”

Aku memeluknya dan mulai menangis di pelukannya. Tia pun memelukku erat dan berusaha menenangkanku.

“Aku bersalah Tia, aku bersalah.”

“Lina, Iblis tidak akan pernah berhenti berusaha untuk memasukkan umat Nabi Muhammad SAW masuk ke neraka. Iblis ingin balas dendam , karena dia tidak bersujud sama Nabi Adam, Karena Iblis tercipta dari api dan Nabi Adam di cipta dari tanah, karena menurutnya dia yang paling mulia dari Nabi Adam. Makanya dia tidak mau bersujud kepada Nabi Adam, ia pun di usir dari surga, karena tidak menurut atas perintah Alllah SWT .”

“ Aku bersalah”

“ Sudahlah, yang berlalu biarlah berlalu. Dari pada kamu menangis seperti ini, lebih baik kamu mulai perbaiki diri, perbaiki niatmu untuk menjaga kemantapan hatimu dalam berhijab. Jadilah Muslimah sejati yang tidak bisa di goyahkan atas alas an apapun.

“Tia, aku ingin menjadi Muslimah sejati. Tapi sepertinya, bukan di sini tempatnya.”

“Kamu, mau pindah sekolah, na?”

“Sebenarnya, sudah sejak lam aku ingin pindah ke Kudus ketempat budheku, Tia.”

“Kamu mau tinggalin aku? Aku bakalan sangat rndu sama kamu, lina.’’

“aku pasti juga bakalan sangat rindu sahabat seperti kamu,Tia. Tapi jika kamu benar benar sahabat    terbaik aku, seharusnya kamu tunggu aku. Aku janji, 6 tahun lagi kita pasti akan bertemu lagi.”

Hari itu adalah hari terakhir aku berada di sekolah yang kubanggakan. Hampir tiga hari aku sibuk mengurus perpindahanku. Dan hamper lima hari aku mengurus persiapan aku pindah ke kudus Jawa Tengah.

Tepatnya, 25 september 2002

Aku resmi menjadi seorang santriwati di sebuah pondok pasantren yang berada di Kudus . Disitulah, aku mulai berniat untuk memperbaiki agamaku. Bersama pendidik pasantren ustadz dan ustadzah di pondok pasantren, yang mengajari kami banyak ilmu yang bermanfaat, dan aku mulai membekali diri dengan banyak sekali ilmu agama.

Pada tahun 2005

Aku dinyatakan lulus dengan predikat yang memuaskan. Namun, aku masih belum berani pulang ke Bandung. Setelah aku menanyakan izin dari orang tuaku, aku melanjutkan Pendidikan di sebuah pondok pasantren Tahfidz di Kudus. Di pondok tersebut, aku semakin termotifasi untuk menjadi penghafal Al Qur’an.

Pada 19 Januari 2008

Aku memutuskan untuk pulang ke Bandung. Tanpa memberi tahu keluargaku terlebih dahulu, aku pun berangkat ke Bandung pada subuh hari. Karena macetnya jalan, dan aku baru sampai di rumah jam 4 sore, karena sebelum sampai di rumah aku ingin membeli oleh oleh untuk keluargaku dan sahabat terbaikku, Tia. Yang sudah lama menungguku.

   “ Assalamu’alaikum, Bunda.
   “ Wa’alaikum salam, Lina? Ya Allah nak, Bunda kangen banget sama kamu.’
   “ Lina juga kangen Bunda.”
   “ Kamu nggak kangen sama aku, na?”
   “ Eh, Tia. Subhanaallah, aku kangen banget sama kamu, Tia.”

Aku memeluk sahabatku, lalu kami menceritakan pengalaman kami masing masing. Tia mendaftarkan dirinya di Fakultas Keperawatan. Tia juga mengakatakan bahwa ia terpaksa terlambat dua tahun kuliah karena membantu ibunya di pasar.

Aku juga bercerita bahwa aku mendapatkan banyak ilmu agama dan persahabatan. Tapi aku tidak bisa berbohong, bahwa diantara sekian banyak sahabatku di Kudus. Tia adalah sahabat terbaikku yang selalu kubanggakan sepanjang hidupku. Terima kasih Tia, kamu membuatku mengerti banyak hal tentang agama dan arti sebuah ketulusan, dan dalam berhijab Muslimah.        

 

 

 

Post Comment